Tren Bisnis Properti dan Konstruksi Masa Depan Kolaborasi Bisnis & Teknologi
Salah satu sektor riil di Indonesia, yang saat ini bisa menjadi andalan adalah sektor properti. Dimana sektor ini pada akhirnya bisa menjadi salah satu sektor unggulan yang mampu memberikan kontribusi positif kepada PDB (Product Domestic Bruto).
Sekalipun memang tidak besar kontribusi-nya bagi PDB secara nasional. Namun angka yang disumbangkan sektor properti berkisar di angka 2-3% jelas memberikan kontribusi positif kepada Indonesia. Dari data berikut kita bisa saksikan bagaimana sektor properti secara tahunan telah memberikan kontribusi-nya
. Di tahun 2015 misalnya kontribusi-nya 2015 sektor properti telah memberikan kontribusi hingga 2,84% dari PDB Nasional. Namun sayangnya sejak tahun 2016 lalu, kondisinya selalu turun dan turun. Kenapa, karena sektor properti selalu dipengaruhi oleh kondisi mikro dan makro sebuah wilayah. Persentase yang diberikan kepada PDB Nasional berturut-turut tahun 2016 ( 2,83%) 2017 (2,82%) dan tahun 2018 lalu turun kembali menjadi 2,74%.

Sementara ketika kita melihat kondisi di tahun 2019. Hingga memasuki semester ke-2 sektor properti sudah menunjukkan kondisi yang lebih baik dibanding periode yang sama tahun 2018. Dimana menurut analisa dari beberapa pihak, untuk sektor perumahan saja jumlah kapitalisasi-nya di tahun 2019 berada di angka Rp 110-120 triliun. Wajar memang jika pada akhirnya bagusnya kondisi di tahun 2019 turut membawa dampak positif untuk investor luar negeri.
Dimana indikator positif yang bisa di lihat dari beberapa kondisi yang ada seperti berikut ini : masuknya sebuah investor besar dari China yang berencana melakukan kolaborasi dengan perusahaan Singapura. Konsep bisnisnya yang akan mengembangkan proyek pusat perbelanjaan yang berlokasi di Tangerang New Industry City (TNIC) ini, pada akhirnya bisa menjadi salah satu trigger positif.
Deskripsi-nya sendiri untuk proyek hasil kolaborasi dua PMA : CFLD International ( perusahaan yang di negara asalnya terkenal sebagai pengembang properti dan kawasan industri berskala global). Sedangkan mitranya adalah perusahaan pengembang pusat perbelanjaan dari Singapura bernama Samanea. Di rencanakan proyek ini akan menghabiskan dana sekitar Rp19,5 triliun.
Berkembangnya kondisi yang ada di pasar properti Indonesia, dimana tren-nya adalah banyak investor asing mulai masuk dan berencana mengembangkan proyeknya di Indonesia ini sesuai dengan prediksi dan analisa yang di berikan oleh Real Estate Indonesia (REI). Dimana berdasarkan data yang berhasil di himpun-nya hingga 3 tahun terakhir menunjukkan, adanya total dana investasi yang akan di kucur-kan oleh pengembang asing mencapai angka yang cukup besar yaitu Rp105 triliun.
Industri properti memang berjalan tidak dengan sendirinya. Tetapi pengaruh lingkungan global turun menjadi trigger yang bisa mempengaruhi positif atau negatifnya kondisi di dalam negeri. Seperti yang terjadi dalam industri properti di kawasan Asia Pasifik. Beberapa kondisi berikut pada akhirnya membawa bisnis properti dalam negeri cukup kondusif.
Pertama, kondisi membaiknya bisnis real estate yang di dasarkan pada fundamental demografi yang besar. Jika kondisi ini di hubungkan dengan jumlah penduduk Indonesia, jelas besarnya penduduk Indonesia yang berjumlah 267 juta jiwa (2019) adalah sebuah potensi bisnis yang menarik. Sehingga mengundang investor asing untuk masuk ke Indonesia.
Kedua, pada tahun 2027 penduduk perkotaan di kawasan Asia Pasifik, kondisinya lebih besar 400 juta jiwa. Dimana tren yang mungkin terjadi pada tahun 2021 adalah bahwa pasar e-commerce di kawasan Asia Pasifik akan mengalami pertumbuhan bisnis mencapai US$ 1,6 triliun. Inilah pernyataan yang disampaikan oleh James Taylor, Head Research JLL Indonesia. Dengan prediksi tersebut, maka tidak mustahil jika pada akhirnya pasar sektor perkantoran akan menjadi salah satu sektor yang cukup banyak diminati oleh pebisnis properti Asing di Indonesia.
DUA SOLUSI TERBAIK UNTUK BISNIS PROPERTI KEDEPAN, SISTEM CRM & CALL CENTER
Berdasarkan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, situasi dan kondisi makro ekonomi Indonesia menunjukkan kondisi seperti berikut : telah terjadi peningkatan kredit properti dari Rp795,56 triliun (2018) menjadi Rp 927,35 triliun (2019). Komponen peningkatan yang terjadi lebih banyak untuk sektor Kredit Konstruksi tumbuh 24,69% dari Rp245,48 triliun menjadi Rp306,08 triliun. KPR & KPA tumbuh 13,53% dari Rp411,54 triliun menjadi Rp467,24 triliun. Dan yang terakhir kredit konstruksi sebesar 11,18% dari angka Rp138,54 triliun menjadi Rp154,03 triliun.
Dari apa yang di tunjukan diatas jelas peran customer menjadi salah satu kunci pergerakan dan pertumbuhan bisnis properti di masa depan. Hal itu di tunjukan dengan semakin meningkatnya angka kredit di sektor properti. Ini makin memperlihatkan bahwa, pada dasarnya kunci utama pengembangan bisnis properti adalah bersumber dari customer. Dan untuk memaksimalkan customer salah satu yang bisa di lakukan adalah dengan meningkatkan status customer menjadi loyalitas customer.
Hingga semester ke-2 tahun 2019, semua pelaku industri properti mesti bergerak cepat. Perlambatan yang terjadi di dua negara dengan jumlah penduduk besar seperti China dan India. Pada akhirnya memang perlu diantisipasi agar kondisi dalam negeri bisa lebih baik dari kedua negara diatas. Karena itulah salah satu dasar yang pada akhirnya para pelaku bisnis properti luar negeri mencoba peruntungan di Indonesia. Karena mereka melihat perlambatan yang ada di luar Indonesia.
Itulah salah satu alasan kenapa Indonesia cukup menarik. Dan hingga pada akhirnya tercatat ada beberapa negara yang cukup tertarik untuk bisa masuk ke Indonesia dengan segala potensi bisnisnya untuk mengembangkan bisnis properti di negara yang saat ini berpenduduk 267 juta jiwa yaitu : Hongkong, Australia dan Selandia Baru.